beranda

Senin, 11 Juni 2012

Wanita-wanita Perkasa di Batam


Cari Sayuran Sisa di Pasar Sampai Kaleng Bekas

Hari makin siang. Matahari tepat diatas kepala. Seorang wanita berjalan perlahan melewati gedung Graha Pena di Batam Center. Ditangannya, tampak sebuah kantong plastik berisi sayuran. Sambil menggendong seorang balita, ia juga membawa sebuah kursi yang diletakkan diatas  kepalanya.

Nama saya Citra, begitu ia memperkenalkan diri. Lalu ia membuka kantong plastik yang dibawanya tadi. ''Saya baru saja pulang dari pasar Green Land. Ini hasil dari memunguti sayuran yang dibuang di tempat sampah,'' kata wanita berkerudung ini.

Citra mengaku menjalani pekerjaan ini untuk membantu suaminya. Rais, suaminya bekerja sebagai penyapu jalan dengan gaji Rp.1.100.000,- perbulan. ''Kalau tak dibantu seperti ini, kami tak makan. Dari sayuran yang saya dapat bisa untuk makan sehari -hari,''kata ibu dari 5 anak ini.

Setiap hari Citra bisa mendapatkan 2 kantong plastik sayuran. Ada labu siam,sawi, kangkung, bayam juga selada.Bahkan jika beruntung, ada yang memberikan sayuran. Seperti tomat yang didapatkannya hari itu. Citra menunjukkan sebuah tomat yang tampak membusuk sebagian.

Sayuran-sayuran ini biasanya saya tumis dan jadi lauk utama kami sekeluarga. Citra mengaku jarang makan lauk. ''Kami baru makan lauk seperti ikan atau tempe kalau suami saya baru saja terima gajian. Biasanya saya beli tempe Rp 5000 atau ikan Rp 5000,- bisa jadi lauk untuk 2 hari,'' kata wanita kelahiran Sulawesi Selatan ini.

Makan hanya kuah dan sayuran saja menjadi hal biasa bagi ketiga anaknya, M. Jabar Ali (7), Siti Suryana (5) dan Siti Quraini (1,4). Untung saja dua anaknya yang lain Nurul Jihadini (10) dan Siti Nurkolisah (8) di kampng dengan nenenknya. Jadi tak terasa berat sekali bebannya. Tapi saya tetap punya tanggungan mengirimkan uang. Biasanya Rp 200.000,-. Kalau tidak ada uang, yah terpaksa tak dikirim.

Memunguti sayuran dipasar sudah dijalani Citra tiga tahun belakangan ini. Biasanya ia mulai berangkat dari rumahnya di ruli yang terletak di depan kantor Dispenda Batam Center sekitar pukul 09.00 WIB. Sebelum kepasar, Citra mampir dulu ke Masjid Raya Batam Center. Disana ia biasanya memunguti bekas botol minuman mineral. ''Kalau tidak ada sampah, biasanya saya langsung ke pasar,'' katanya lagi.

Baru beberapa minggu ini Citra hanya membawa anak bungsunya saja. Dulu, ketiga-tiganya selalu dibawa Citra. Citra mengaku cukup repot membawa tiga anaknya yang masi kecil-kecil. Apalagi mereka harus berjalan kaki melewati jalan besar. ''Kadang anak saya ini jalan agak ketengah, sedangkan tangan saya sudah penuh dengan barang bawaan. Makanya, kadang kaki saya yang saya pakai untuk  menarik anak saya itu agar kepinggir,'' cerita Citra.

Sekarang keduanya sudah ditinggal dirumah saja. Citra mengaku hanya berpesan pada anaknya agar tidak main keluar rumah dan main api. Karena beberapa hari lalu, nyaris saja rumah mereka terbakar, karena anaknya main korek api. Untungnya anak saya mau ditinggal. Asalkan mereka dibawakan kue. Memang biasanya ada yang suka memberikan kue. Seperti ini, Citra menunjukkan sebungkus kue berisi pukis.

Pekerjaan ini harus dilakoni Citra demi membantu kelangsungan hidup keluarga. Walau hanya untuk masak sehari-hari, hal ini sudah sangat membantu. Apalagi jika ia berhasil mendapatkan barang-barang bekas. Dalam seminggu, ia bisa menjual pada toke seharga Rp 100.000,- Tapi kalau tak ada uang, Citra mengaku sering utang ke toke. Dan pembayarannya dipotong dari hasil barang yang akan dijualnya.

Satu lagi, wanita yang harus bekerja keras untuk kelangsungan hidupnya. Dia Fatimah. Diatas derita Kaki Gajah, seorang diri ia harus mengais tempat sampah untuk menghidupi anak dan 4 keponakannya. Ini harus dilakukan Fatimah agar lima anak yang sekarang tinggal bersamanya di ruli Kampung Air Batam Center bisa tetap makan. Mulai dari pagi sampai siang, Fatimah berkeliling perumahan Legenda Malaka sambil mendorong gerobak.

Tertatih-tatih dia berjalan dengan kakinya yang membesar dari pangkal paha. Wanita yang tampak tua dari umurnya ini mengaku sudah menderita penyakit ini sejak di NTB. Waktu SD, tiba-tiba kakinya terasa panas. Dan tiba-tiba membesar seperti sekarang ini. Ia mengaku sudah berobat tapi tak kunjung sembuh. Karena itulah dia tak menghiraukan lagi pada penyakitnya ini. Tujuannya hidupnya hanya mencari uang untuk menghidupi anak dan keponakannya itu. Dalam sebulan, barang-barang yang sudah dikumpulkan itu bisa dijual dengan harga Rp 500,000,-. ''Itulah yang saya pakai untuk beli berasa juga sayuran, kadang juga ada yang kasih,''kata wanita berkerudung ini.

Berjualan minuman kaleng dan rokok juga harus dijalani Itok wanita asal Medan ini. Setiap malam, ia menjajakan dagangannya didepan pintu masuk parkir motor Mega Mall. Dengan sebuah kotak kayu yang dikalungkan dilehernya, Itok menjual rokok pada supir angkutan umum yang melewati mall tersebut. Dengan mengenakan topi dan sehelai handuk kecil dililitkan dilehernya, Itok sesekali duduk ditrotoar. Matanya awas melihat lalu lalang kendaraan. Siapa tahu salah satu supir membeli sebatang rokok.***





Tidak ada komentar: