beranda

Senin, 11 Juni 2012

Tukang Sol Sepatu dari Garut

Kirim Uang ke Kampung sampai 30 juta

Tidak ada satupun lampu terpasang di depan rumah kayu itu. Hingga tak jelas bentuk rumah yang ditinggali tukang sol sepatu dari Garut ini. Hanya terdengar air mengalir ketika melewati jembatan kayu yang menuju rumah yang mereka tempati di blok 2 Baloi. Untung saja, sebuah lampu pijar yag juga tak terlalu terang ada di dalam sewaan rumah milik Rasiman ini.
Di dalam rumah kayu yang sebagian dindingnya berlubang inilah belasan bahkan puluhan tukang sol sepatu asal Garut tinggal. Saat ini yang ada hanya Munawar,Dedek, Rustandi, Nanak, Yayat, Rus, Nurdin, Nur, Ageng, Yasa, Harun juga Bakri.

Mereka tinggal di rumah tanpa kamar, yang ada hanya ruang terbuka dengan dua panggung. Di panggung inilah kasur-kasur tipis dan kumal digelar berderet sebagai tempat tidur pria-pria asal Desa Saringin, Kecamatan Karang Tengah, Kampung Jumrek, Garut.Baju-baju bergelantungan hampir di setiap sudut ruangan. Bau apek langsung tercium ketika masuk kedalam rumah yang disewakan Rp60 ribu per orang ini. Kotak-kotak peralatan ngesol berjejer di bawah dipan. Sebuah televisi 21 inch yang sedang menayangkan sinetron menjadi hiburan para tukang sol ini. Sambil berbaring diatas kasur, mereka sesekali memainkan ponselnya. Ada juga yang asyik ngobrol dengan temannya.

Rustandi (47) yang baru dua hari tiba di Batam tampak asyik sendirian. Ia tidur diatas kasur didalam ruang yang gelap. Namun ia sepertinya tak terganggu, ia asyik memencet tombol hapenya. Sesekali ia ikut menimpali obrolan Munawar, ketua persatuan sol sepatu dari Kampung Jumrek, Garut.

''Saat ini kami tinggal 15 orang saja. Karena 6 orang baru pulang kampung tadi sore. Yang pulang ini karena sudah enam bulan di sini. Kalau jJumlah paling banyak yang pernah tinggal di sini 35 orang. Ada yang masih di kampung, belum berangkat lagi ke sini,''kata Munawar yang sudah 10 tahun menjadi tukang sol sepatu di Batam.

Batam, bagi mereka ini lebih menjanjikan ketimbang daerah lain seperti Jakarta, Bandung, Banten, Bali, Papua dan Kalimantan.Kisah-kisah sukses teman-teman mereka yang lebih dulu menjadi tukang sol sepatu di Batam, membuat para laki-laki di desa Jumrek berdatangan.

Munawar yang sudah 10 tahun menjadi tukang sol sepatu mengaku, bisa membeli sawah 300 bata (1 bata=14 meter), kebun 200 Batam juga rumah dari hasil ngesol. 

''Ada yang lebih senior, dan dia orang pertama yang datang ke Batam dari desa kami. Namanya Ade Kurnia. Dia dikenal sukses di kampung kami. Tapi sekarang dia sudah alih profesi jadi penampung besi rongsokan di Batam Center,''kata Munawar yang baru saja dari Masjid setelah sholat Isya.

Di Batam, kata Dedek (29) ongkos sol sepatu paling mahal. ''Disini sekali ngesol Rp10 ribu. Kalau di Jakarta antara Rp7-8 ribu. Selain itu, kalau di Batam uang yang dikirimkan ke kampung bisa dalam jumlah besar. Kalau di Jakarta tidak bisa banyak, karena habis dipakai untuk pulang kampung. Untuk pulang kampung dari Jakarta ke Garut hanya Rp50 ribu. Berbeda kalau dari Batam, butuh biaya banyak karena harus pakai pesawat. Minimal biaya pulangnya Rp1,5 juta,''kata pria yang sudah menjadi tukang sol sepatu di Batam sejak tahun 1995.


Munawar mengaku, ada yang bisa mengirim uang Rp10 juta/bulan untuk istri dan anaknya di kampung halaman. Tapi rata-rata hanya mengirim uang 3-5 juta perbulan. ''Biasanya kalau sampai Rp10 juta, tak hanya ngesol sepatu, tapi juga membuat gorden,''kata Munawar.

Tak heran jika di dalam rumah itu terlihat sebuah mesin jahit yang sudah tua dan moster (sampel kain gorden). Mesin jahit itu milik Yasa, tukang sol sepatu yang sudah 12 tahun berkeliling kota Batam. ''Mang Yasa bisa buat gorden, jok mobil juga sofa, makanya ia bisa dapat keuntungan hingga Rp15-20 juta. Dia juga jualan aksesoris anak-anak di sekolah SDN 01 Baloi,''kata Dedek.

Ternyata, saat kembali ke kampung halaman, mereka ini tidak menjadi tukang sol sepatu keliling. Justru mereka kembali menjadi petani. Dedek justru mencari kayu bakar di hutan. ''Ilmu ngesol ini sepertinya keahlian turun temurun. Hampir semua orang yang ada di desa-desa di Garut bisa ngesol sepatu,''kata Munawar menerangkan asul usul kemahiran ngesol warga Garut.

Setiap harinya, Dedek dan kawan-kawan berangkat antara pukul 07.00, 08.00 dan 09.00 pagi. Pulangnya beragam, tapi rata-rata sebelum Magrib. Kalau pukul 16.00 WIB sudah pulang, mereka ini biasanya sudah sangat capek.

Dari hasil ngesol ini, ada yang sudah mengkuliahkan anaknya. Yasa misalnya, salah satu anaknya masih kuliah di jurusan perbankan.

Bagi mereka, Batam adalah tempat untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Karena itu mereka rela berpisah dengan keluarga hingga bertahun-tahun. ''Selama di kampung satu bulan, uangpun habis tak bersisa. Akibatnya saat mau kembali ke Batam sudah tidak uang lagi. Kalau sudah begini, kami saling meminjamkan,''kata Munawar.

Perkumpulan sol sepatu Garut ini ternyata sudah bisa membangun masjid dan madrasah di Desa Jumrek. ''Uangnya kami ambil dari keuntungan penjualan kopi, teh, rokok juga zakat 2,5 persen yag diberikan para tukang sol sepatu ini,''cerita Munawar.

Kopi-kopi yang dimaksud Munawar itu, tampak tergantung di kantong plastik di dinding rumah. ''Jika mengambil kopi atau yang lain, langsung dibawakan ke saya. Rata-rata ada keuntungan Rp3 juta per bulan. Uang ini kemudian disumbangkan lagi ke masjid.

Setiap kali akan berangkat ke Batam, mereka ini saling memberitahu. Karenanya mereka bisa berangkat bersama-sama. Hal lain yang membuat mereka selalu kompak, karena mereka selalu beranggapan bahwa rezeki masing-masing ada yang atur. Tak heran jika mereka bisa keliling di gang yang sama atau di perumahan yang sama. Jika ada yang penting dan harus dibicarakan biasanya mereka kumpul di masjid. Sekaligus untuk beristirahat. ***

***

















Tidak ada komentar: