beranda

Senin, 11 Juni 2012

Tinggalkan Profesi Dokter untuk Mengabdi Jadi Guru

Yuli Fatimah Warosari, Kepala Sekolah Aljabar Batam

Selangkah lagi, wanita ini bisa menyematkan gelar dokter gigi pada namanya. Namun ia memilih menjadi guru menggantikan sang ayah Prof. Dr. H Syamsuri. Niatnya mengembalikan kejayaan sekolah Aljabar itu pun terlihat.
Kala itu, Yuli Fatimah Warosari, lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Trisakti Jakarta ini masih menjalani koass (dari kata ko-asisten) di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sebagai dokter muda, Yuli harus menjadi asisten dokter atau dokter muda selama dua tahun.

Di sela-sela menjalani profesinya sebagai asisten dokter itu handphone-nya tiba-tiba berdering. Sebuah short message system (sms) datang dari ayah yang berada di Batam. Buru-buru ia membuka pesan itu. '' Teh, tolong ke Batam. Jadi Kepsek RA dan guru MA.'' Begitu isi sms yang dikirimkan H. Syamsuri kepada putri keduanya ini.

Yuli sempat berfikir untuk menolak, namun ia tak sampai hati. Yang terbayang dalam fikirannya hanya perjuangan sang bapak membangun sekolah Aljabar.  Ia tak ingin menyia-yiakan pengorbanan itu dengan membiarkan sekolah makin terpuruk. Yuli masih ingat ketika tahun 1987. Pertamakalinya sekolah taman kanak-kanak atau RA (Raudhatul Athfal) diresmikan Ismeth Abdullah. Dua lokal penuh terisi 60 siswa. Semua perangkat belajar lengkap. Ruangan sekolah bersih dan rapi. 

Dan masih kuat dalam ingatan Yuli, saat bapaknya ditanya BJ Habibie (Ketua Otorita Batam) tentang rencananya untuk pembangunan Kota Batam. Bapak menjawab: ''Saya  akan membangun pendidikan berbasis agama,'' Yuli menirukan kata-kata ayahnya. Lantas Syamsuri diberi sebidang tanah. Tanah kosong di Bengkong itu pun mulai dibangun sekolah di bawah Yayasan Mama Syamsuri. Sejak itu, satu persatu berdiri gedung Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tahun 1986, RA tahun 1987, MTS dan MA Tahun 1988, disusul SMK.

Melihat jerih payah bapak itulah membuat Yuli memutuskan berangkat. Maka tepat tanggal 12 Juli 2009, Yuli meninggalkan Ibu Kota Jakarta. Ia tinggalkan mimpinya. Ia lepaskan jas putih dokter dan meninggalkan teman-teman sejawat. Yang ada di fikiran Yuli, ia tak akan lama di Batam. Tak akan menjadi masalah, pergi sementara waktu. '' Dulu saya memperkirakan sampai lebaran saja. Setelah itu bisa kembali ke Jakarta,'' kata wanita kelahiran Jakarta tahun 1977 kepada Batam Pos, beberapa hari lalu di Sekolah Aljabar.

Saat tiba di sekolah RA Aljabar di kawasan Bengkong Aljabar, apa yang dilihat Yuli ? ''Saya lihat sekolah ini kotor sekali. Seperti tak terurus. Atap di ruang permainan nyaris roboh. Pokoknya ruangan itu seram sekali, '' kenang Yuli.

Kondisi rusak tersebut diabadikan dalam foto gedung sekolah RA. Yuli memperlihatkan proposal yang berisi foto-foto itu di ruang majelis guru RA. ''Dulu ruangan ini (majelis guru) belum ada. Padahal sekolah harus ada kantornya,'' kata Yuli di ruang majelis guru RA Aljabar.

 RA Aljabar, Yuli menambahkan, adalah sekolah taman kanak-kanak berbasis agama pertama yang didirikan di Batam.  ''Siswanya ratusan, tapi ketika saya datang hanya tersisa 3 orang siswa saja,'' kata wanita yang saat ini sedang mengambil sarjana Keguruan di Universitas Terbuka.

Padahal, saat dulu diresmikan, semua peralatan belajar sangat lengkap. Tapi ketika Yuli datang pensil juga kertas melipat saja tidak ada lagi. Dengan uang dari kantong sendiri Yuli melengkapi satu per satu alat-alat belajar itu. ''Saya tidak enak hati mau minta uang ke bapak. Saya usahakan sendiri terlebih dulu,'' kenang ibu dari dua putri ini.

Tak hanya itu, Yuli juga harus mengerjakan semua pekerjaan di sekolah sendiri.  Yuli juga membandingkan kerja dokter dan pekerjaannya saat ini. Saat praktek ada asisten yang membantu, bahkan sangat dihormati dan segani oleh pasien. Sekali tindakan dokter gigi dibayar minimal  Rp 60-200 ribu. Tapi ketika menjadi guru, Yuli harus mengerjakan semua hal. Mulai dari mengajar, menjadi orangtua murid juga clening service.

 Bahkan sudah bicara seharian di depan kelas hanya dibayar gaji 500 ribu. ''Saya pernah dibilang gila oleh salah satu orangtua murid. Karena rajin mengepel lantai kelas yang kotor. Mereka bilang untuk apa dibersihkan. Toh akan diinjak-injak lagi,''  kata Yuli.

Namun Yuli mengaku tak membuatnya putus asa. Ia hanya memegang prinsip bahwa selalu memposisikan diri di manapun berada. Ia mengistilahkan saat menjadi guru, ia akan buka baju dokternya. Ia hanya melihat dirinya sebagai guru saja.

Hal terberat lainnya yang harus dihadapi Yuli ketika harus mengajar kelas II di MA. ''Setiap jam dua siang, kelas mendadak seperti kuburan. Sepi hanya ada beberapa siswa saja. Mereka kebanyakan pulang. Semua guru sudah sudah angkat tangan, tidak tahu cara lagi mengajak siswa belajar, ''kata Yuli. 

Wanita yang sudah terbiasa mengajar anak-anak kecil ini mencoba melakukan pendekatan sebagai teman. Yuli memberi ruang pada siswanya untuk menceritakan keluhannya. Yuli pun akhirnya tahu permasalahan yang dihadapi siswa MA Aljabar.

Ternyata  ada yang tidak suka belajar tapi senang keluyuran. Ada juga yang ingin segera pulang untuk membantu orangtuanya bekerja. Salah satu siswa mengaku ingin berhenti sekolah agar bisa membantu pamannya mencuci motor. Kalau dikerjakan sepulang sekolah, uang yang didapat hanya sedikit. Padahal ia harus membiayai sekolah juga.

Diakui Maya Inayati Sari, kakak tertua Yuli, yang juga kepala sekolah MA Aljabar, hampir seluruh siswa berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sekolah ini menjadi alternatif terakhir jika tidak diterima di sekolah lain. Banyak juga orangtua yang datang minta keringanan uang sekolah. Biasanya dari keluarga tidak mampu. Bahkan siswa-siswanya ada yang berjualan di pasar seperti jual buah-buahan juga makanan.

Persoalan-persoalan seperti ini yang selalu dihadapinya. Ia harus mencari cara yang efektif agar anak-anak tetap semangat belajar. Untuk mensubsidi biaya sekolah siswa kurang mampu, Maya juga Yuli sudah berupaya bekerjasama dengan lembaga zakat untuk membantu beasiswa murid tidak mampu. Bahkan donatur dari Singapura, Mrs Jihan memberi metode Learning Corner untuk RA Aljabar.

''Ini doa saya satu tahun yang lalu. Saya ingin membuat metode itu, tapi karena butuh biaya besar, tidak bisa terealisasi. Syukur doa saya terkabul, '' kata Yuli sambil mengatakan bahwa tubuhnya merinding merasakan kuasa Allah itu.

Yuli juga berusaha menanamkan kepercayaan diri pada siswanya. Bahwa mereka pasti bisa. Terbukti beberapa piala diterima MA Aljabar baik itu juara I Lomba Lari Marathon dan juara I catur se Kepri. Baru-baru ini MA Aljabar menjadi juara I untuk lomba Daur Ulang. Dari kaleng bekas, siswa Aljabar membuat tong sampah berbentuk robot.  ''Idenya dari saya. Saya terfikir bagaimana agar orang tertarik membuang sampah pada tempatnya. Kemudian anak-anak yang mengaplikasikan menjadi bentuk robot,''kata Yuli dengan bangga.

Di RA, usaha Yuli juga mulai terlihat. Selama lima bulan membenahi sekolah, kini murid RA sudah bertambah menjadi 20 orang. ''Saya terus upayakan agar nama RA Aljabar dikenal lagi. Memang benar, sekolah ini disangka tidak ada lagi. Karena itu saya rajin ikut kelompok kerja guru, sekaligus memperlihatkan bahwa sekolah RA Aljabar masih eksis,'' kata wanita yang juga sedang mengikuti training Entrepreneur di Batam Pos Entrepreneur School angkatan ke VI.

Berdua dengan Maya, Yuli terus membenahi sekolah yang sudah berumur 24 tahun ini. Alhamdulillah, tahun 2009-2010 kata Yuli, sekolah Aljabar sudah bisa melakukan Ujian  Nasional (UN). Sebelumnya sekolah Aljabar selalu menumpang ujian ke sekolah lain.

Satu lagi rencana Yuli yaitu, membuat tembok pembatas yang menghubungkan RA dan masjid Aljabar. '' Kami akan mengajarkan anak-anak sholat Dhuha. Sejak kecil kami sudah ajarkan ibadah, '' kata Yuli sambil menunjuk teras yang masih belum disemen.

Untuk siswa yang lebih besar, mulai dibuatkan laboratorium mini. Ada delapan komputer yang bisa digunakan untuk browsing internet. ''Baru mulai berjalan minggu depan. Karena masih menunggu jaringan WIFI dari Telkom,'' terang Yuli.

Sebenarnya, kata Yuli ini adalah cara agar siswa-siswa tidak bosan di sekolah. Karena satu minggu ini, pagar sekolah ditutup saat jam belajar. Sebelumnya pagar dibiarkan terbuka. Mereka dengan mudah keluar sekolah dan tidak kembali lagi. ***


Terbiasa Mengajar karena Mami

Berkat mami Nurahma BA, Yuli punya keahlian mengajar. Bagaimana tidak, kata Yuli setiap pagi, maminya, begitu ia biasa memanggil ibu kandungnya, selalu membangunkan ia dan kakaknya. Mami mengajak kami berdua mengajar di TK miliknya. Mami selalu membuat sekolah TK di samping rumahnya. ''Saya sampai hafal betul. Di mana kami pindah rumah, mami selalu membuat sekolah, dan mami sendiri yang akan mengajar,'' kata Yuli yang sejak SMA hingga kuliah sudah mengajar. Tiga kali seminggu, Yuli mengajar di TK Arahma di Bogor.

Yuli dan Maya sejak kecil tinggal bersama ibundanya di Jakarta. Mereka hidup terpisah dari Ayahanda H Syamsuri, karena ayahandanya memiliki beberapa istri. Karena itu, Yuli belum pernah tinggal di Batam. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibunya. Sedangkan Maya pernah tinggal di Batam karena sempat sekolah di Singapura.

Dari kegiatan rutin mengajar itulah, Yuli akhirnya mahir mengajar. Walau tak pernah sekolah guru, Yuli sudah fasih di depan siswa. Ia akhirnya 'dipaksa' mengajar mata pelajaran Biologi, TIK dan Kimia di kelas II MA. Ternyata Yuli sangat diidolakan oleh siswanya. Terbukti, saat Batam Pos meminta komentar tentang bu Yuli, mereka serempak mengatakan sangat senang punya guru seperti bu Yuli. ''Ngak rame kalo ngak ada  bu Yuli. Dia paham kemauan kami. Makanya belajar jadi nyaman. Saat kami salah, tidak dimarahi, tapi diberi pengertian, ''kata beberapa siswa di kelas I dan II. 

Mami adalah inspirasi saya. Dia yang mengajarkan saya menjadi seperti ini. Beliau, kata Yuli sangat mendorong anak-anaknya untuk berkembang. Kami sering diikutkan berbagai seminar. Maksudnya, agar anak-anaknya memiliki wawasan luas dan mudah melakukan inovasi kala nanti bekerja. Dan inilah tugas saya mengaplikasikan ilmu yang sudah saya dapat selama ini. Mengembalikan Sekolah Aljabar menjadi sekolah bergengsi seperti dulu lagi.

Yuli juga mengingat sekali prinsip yang ditanamkan maminya. Bahwa menjadi guru adalah milik bersama. Saat di sekolah mami adalah milik semua anak. Kami anaknya dianggap sama dengan siswa lain. Kami dibiarkan mandiri. (agn)


Waktuku 24 jam

Sepulang mengajar 14.00 WIB, Yuli masih melanjutkan aktivitasnya di pondok pesantren atau panti asuhan Aljabar. '' Saya masih mengawasi anak-anak panti asuhan juga santri yang tinggal di pemondokan. Pokoknya 24 jam standbay. Untung saja lokasinya berdekatan, saya mudah mengawasinya. Karena itu, saya tidak mau mengajar di SMK yang letaknya di dekat Top 100. Tempatnya tidak jadi satu di Bengkong  Aljabar  ini, ''kata Yuli.

Yuli biasa mengawasi anak-anak mengaji juga makan serta pakaiannya. Ada sekitar 40 anak yang ada di panti asuhan. Dua anak Yuli pun juga mudah diawasi. Bebi dan Boy, dua anak Yuli ini dibawa Yuli ke Batam. Namun ia masih tinggal terpisah dengan Andi Zaenuddin. Suaminya ini masih bekerja di Jakarta. Setiap tiag bulan sekali, suaminya datang menjenguk Yuli dan anak-anak. Sedangkan Yuli hanya bisa 6 bulan sekali ke Jakarta.

Insya Allah, kata Yuli, suaminya akan berkumpul di Batam. Dia akan bekerja di Batam. Diakui Yuli ia memang tak bisa memilih. Karena suatu saat pernah minta pulang ke Jakarta karena melihat sekolah Aljabar sudah kembali normal. Namun ayahnya justru mengatakan kalau sekolah Aljabar sebaiknya ditutup saja jika ia pulang ke Jakarta.

Yang ada dalam fikiran Yuli, justru nasib siswa RA Aljabar. Mereka akan sekolah dimana? Itulah yang membuat Yuli tetapa bertahan dan terus membangun sekolah Aljabar menjadi lebih baik. (agn)


Tidak ada komentar: