beranda

Senin, 11 Juni 2012

15 Tahun Yayu Sochfia Jadi TKW di Singapura

Diberangkatkan Haji, Gaji pun Selevel Manajer

Enam tahun bekerja di Singapura, Yayu bisa menunaikan haji gratis. Majikannya yang membayarkan semua biayanya. Kini gajinya pun selevel manajer di perusahaan di Batam.
Saat itu, tahun 1991, tepat enam tahun Yayu bekerja pada keluarga India di Singapura. Ia diberitahu akan berangkat ke Tanah Suci Mekkah. Semua biaya naik haji sebesar 6400 Sin Dolar pun sudah lunas dibayarkan.. ''Bukan main senang rasanya. Penantian itu akhirnya tiba juga. Saya akan berangkat haji,'' kata Yayu yang sedang liburan di rumahnya di kawasan Patam Asri Blok A no 22 Sei Harapan, Selasa (19/7).

Kala mengurus surat menyurat untuk berangkat haji di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), KBRI mengatakan hanya dialah satu-satunya pembantu rumah tangga yang bisa berangkat haji, bahkan dibiayai majikan. ''Saya senang sekali, dan berucap syukur karena memiliki majikan yang sangat baik,'' Yayu menambahkan.

Yayu sangat beruntung. Ia melihat teman-teman sesama pembantu rumah tangga dari Indonesia tidak memiliki kesempatan itu. Bahkan teman-temannya itu kebanyakan tertekan dan stres. Karena banyak sekali larangannya. Tidak diberi libur juga tidak diperbolehkan ngobrol di luar pagar. ''Biasanya teman-teman saya itu, baru bisa ngobrol saat belanja di pasar. Mereka sering curhat. Rata-rata tidak betah dan ingin pulang kampung,'' kata ibu dari tiga orang putra ini.

Sebenarnya, kata Yayu, asal mula janji memberangkatkan haji itu karena majikannya yang seorang pengusaha kayu ini sering melihat ia menangis, melamun dan selalu minta pulang kampung ke Kuningan, Jawa Barat. ''Satu tahun pertama, adalah masa-masa terberat. Saat itu, saya sedih sekali. Meninggalkan anak-anak di kampung. Mereka masih kecil-kecil. Bahkan yang bungsu masih menyusu. Walau mereka semua dititipkan pada neneknya, namun tetap saja ada kerinduan. Tiga tahun di Singapura, anak-anak kurus, '' kata Yayu sambil menunjuk sebuah foto bergambar dua anaknya dari dalam lemari kaca.

Agar tetap betah, kata Yayu, kamar pembantu yang tadinya tidak ada televisi mulai diisi TV. Maksudnya, agar Yayu tidak minta pulang. Tapi, keinginan tidak  berubah. Dia tetap minta berhenti bekerja. Namun, setelah majikan menjanjikan akan menaikkan haji jika mau bekerja hingga 6 tahun.Akhirya hati Yayu luluh juga. Wanita ini batal pulang ke Kuningan, Jawa Barat.

Yayu pun pasrah. Ia serahkan pengasuhan tiga anak laki-lakinya pada orangtua dan salah seorang adik kandungnya. ''Sampai sekarang, mereka memanggil ibu dan bapak pada adik saya. Maklum saja, anak saya yang paling bungsu menyusu pada adik saya. Demikian juga anak saya yang sulung dan nomor dua, karena dirawat dan dijaga adik saya, mereka merasa adik saya itu orangtuannya,'' kata Yayu lagi.

Kepergiannya merantau ke negeri Singa ini juga untuk membantu suami. Waktu itu, usaha jual beli mobil milik suaminya bangkrut. Dan, kebetulan tetangganya menawarkan pekerjaan. Si tetangga akan berhenti bekerja sebagai juru masak di salah satu keluarga di Singapura. Ia minta Yayu menggantikan posisinya.

Karena terus didesak tetangganya itu, akhirnya Yayu menerima tawaran bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Enam bulan sebelum berangkat, Yayu belajar memasak dengan tetangganya itu. Setelah cukup mahir memasak makanan India, Yayu pun berangkat ke Singapura. Tepat tahun 1985, Yayu berangkat seorang diri dari kampung halamannya di Kuningan, Jawa Barat. ''Alhamdulilah, selama bekerja diperlakukan sangat baik. Makanan yang saya hidangkan disukai. Saya juga diberi izin setiap hari Minggu libur dan jalan-jalan bersama teman-teman,'' kata wanita berkerudung ini.

Di rumah tiga tingkat itu, ada tiga pembantu. Yayu bertugas memasak, sedangkan dua temannya lagi khusus membersihkan rumah. Gaji pertama Yayu sebesar 250 Sin Dolar atau setara Rp1.750.000. Jam kerja Yayu dimulai setelah salat Subuh hingga pukul 9 malam. Pukul 12 siang, Yayu tetap bisa istirahat, tidur siang. Pukul 4 sore, Yayu mulai bekerja lagi membuatkan teh dan kue Gajus (kue khas India, bentuknya mirip jenang). Dan menjelang malam, Yayu  memasak lagi untuk makan malam majikannya yang hanya memiliki satu orang anak ini.

''Karena saya yang memasak, jadi tidak ada masalah dalam hal makanan. Makanan selalu berlimpah. Justru saya sering bosan lihat makanan yang enak-enak itu. Saya lebih memilih masak sendiri lagi. Majikan saya tidak pernah mempermasalahkan itu,'' kata Yayu lagi.

Yayu mengaku hanya satu kekurangan majikannya itu. Ia tidak diperbolehkan mengikuti pengajian pada malam hari. ''Padahal itulah satu-satunya hiburan saya. Di tempat pengajian itu, saya bisa mendengarkan ceramah agama juga menggaji bersama teman-teman. Inilah yang mampu mengobati kerinduan ada anak-anak, '' kata wanita yang mahir berbahasa Inggris ini.

Karena alasan itulah, sepulang Yayu dari menunaikan ibadah Haji, ia minta berhenti bekerja. Majikannya terus merayu agar ia tetap bertahan dulu hingga 4 tahun lagi. Karena alasan ingin mengurus anak-anaknya, majikannya itupun merelakan Yayu pulang kampung. Sebagai gantinya, Yayu memberikan pekerjaan itu pada keponakannya. Dia yang menggantikan posisinya sebagai juru masak.

''Di rumah, saya menata lagi keluarga yang sudah saya tinggalkan bertahun-tahun. Banyak hal yang hilang. Salah satunya suami saya, Slamet Sukardarto, sejak saya bekerja di Singapura, dia pergi meninggalkan anak-anak dan menikah lagi. Saya hanya dengar kabar, ia sudah menghamili perempuan lain. Hubungan kami menggantung begitu saja karena hingga saat ini kami belum bercerai. Terakhir kali, ketika anak saya ingin mencari bapaknya lagi, ia sudah meninggal dunia, '' kata Yayu tanpa ekspresi.

Tiga tahun kemudian, Yayu ingin kembali bekerja. Ia membutuhkan biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya. Maka tepat tahun 1996, Yayu kembali ke Singapura. Ia bekerja pada sepasang suami istri berkebangsaan Pakistan dan Perancis. Kedua majikan Yayu ini adalah dosen National University of Singapore. Ia memiliki seorang putra berumur 12 tahun. Di rumah majikan yang kedua ini, Yayu melakukan semua pekerjaan. Belanja, memasak, membersihkan rumah, mencuci, menggosok pakaian juga mengantar anak majikan les.

Walau pekerjaan lebih banyak, Yayu mengaku betah. Tak terasa sudah 15 tahun ia bekerja di rumah yang ada di kawasan Serangoon. Ia bergaji 600 Sin Dolar. Sesekali Yayu mencari tambahan dengan bekerja di tempat lain. Biasanya saat hari libur, Yayu mencuci dan menggosok di rumah tetangga. Dari hasil kerjanya yang hanya 3 jam itu, Yayu bisa mengumpulkan uang 400 dolar Sin. Tiap bulannya penghasilan sama dengan manajer di Batam. Yakni sebesar 1.000 Sin Dolar atau Rp7 juta dengan nilai tukar Rp7 ribu.

Yayu mengaku, majikannya ini sangat memberi kebebasan. Ia boleh mengikuti pengajian di malam hari. Setiap hari Minggu, Yayu juga diberi hari libur dan diberi izin mencari uang tambahan. Dua tahun sekali, majikannya juga memperbolehkan Yayu pulang kampung. Seluruh biaya tiket pesawat PP di tanggung majikannya ini. Bahkan ia juga menerima Tunjangan Hari Raya (THR). ***



Beli Rumah di Batam

Sejak kembali bekerja di Singapura itu, Yayu memutuskan pindah ke Batam. Tahun 1998, Yayu membeli tanah dan membangun rumah diatas tanah seluas 150 m. Semua anak-anaknya diboyong ke Batam. Ia bisa menengok mereka seminggu sekali. Karena saya diperbolehkan libur pada hari Sabtu dan kembali lagi hari Senin pagi, '' kata Yayu sambil memperlihatkan tanah kapling seluas 180 m di samping rumahnya yang ditanami buah-buahan.

Setiap kali pulang ke Batam, Yayu bercerita rumahnya sangat berantakan dan baju kotor di mana-mana. Ia maklum karena yang ada di rumah hanya 3 anak laki-laki. Satu persatu anaknya dikuliahkan dari hasil bekerja di Singapura. Dian Cahyono, putra sulungnya sudah tamat D3 Desain Fotografi dan sudah bekerja. Sedangkan anak keduanya, Adik Cahyanto bekerja di shipyard. Yang bungsu, Deni Haryono bekerja di galangan kapal di Lampung. Keduanya sempat kuliah tapi tidak diselesaikan.''Walau saya sendiri yang bekerja, saya sangat bersyukur bisa menyekolahkan anak-anak sampai kuliah. Bahkan saat mereka menikah, saya bisa membiayanya,'' kata Yayu

Tak terasa 4 tahun lagi, Yayu akan pensiun dari pekerjaannya. ''Sesuai aturan di Singapura, umur maksimal pekerja rumah tangga hanya 63 tahun,'' kata wanita tetap terlihat segar di usianya yang menjelang 60 tahun ini. Nanti saat tidak bekerja lagi, saya akan mengurus cucu saja. ''Ada 5 orang cucu dari dua anak saya yang tinggal di Batam.Yang satu masih di dalam kandungan dari anak saya yang paling bungsu. Mereka tinggal di Lampung, '' kata Yayu sambil memeluk Jeslyn (7) dan Rayhan (6), dua orang cucunya.

Yayu terlihat bahagia melihat tingkah polah cucunya. Ia menikmati saat-saat berkumpul seperti ini. Karena libur panjang jarang didapat Yayu. Kebetulan, majikannya sedang berlibur ke Perancis hingga tanggal 1 Agustus. Yayu yang baru saja tiba di Batam 3 hari lalu mengaku bahagia bisa berkumpul dengan anak-anak. Ia bisa membuatkan kue brownies kesukaan anaknya dan membawakan nugget dari Singapura kesukaan Rayhan, cucunya. (agn)

Tidak ada komentar: